MK Putuskan Pemungutan Suara Ulang Pilkada Banjarbaru

oleh
oleh
Pembacaan putusan sengketa Pilkada Banjarbaru. (Foto: Tangkapan Layar YouTube MKRI).

KALSELMAJU.COM, BANJARBARU – Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sengketa hasil Pemilihan 2024 Kota Banjarbaru, dan memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk Pilkada di Ibukota Provinsi Kalsel, Senin (24/2).

Dalam pembacaan Amar putusan oleh Hakim Konstitusi  Suhartoyo, majelis menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk sepenuhnya. Kemudian, MK mengabulkan permohonan termohon sebagian.

Selanjutnya menyatakan keputusan Komisi Pemilihan Umum tentang hasil Pilkada Banjarbaru batal.

“Lalu memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di setiap TPS di Banjarbaru,” kata Suhartoyo, dari kanal Youtube Mahkamah Konstitusi.

Pemungutan suara ulang tersebut menggunakan mekanisme pasangan tunggal. Yakni Erna Lisa Halaby-Wartono melawan kolom kosong.

Mekanisme tersebut mengatur, pasangan calon menang melawan kotak kosong, jika hasil perolehan suaranya minimal 50,1 persen.

Pertimbangan Hakim MK

Sementara itu, dalam pertimbangannya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan pertimbangan Mahkamah. Telah terjadi kejadian khusus pemilihan wali kota (Pilwalkot) Kota Banjarbaru yang menimbulkan ketidakpastian bentuk pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Dalam hal ini diskualifikasi Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Awalnya merupakan pasangan calon nomor urut 2, tetapi gambarnya masih terdapat dalam kertas suara.

Adanya kejadian khusus dan ketidakpastian tersebut. Mahkamah mengesampingkan kedudukan hukum Lembaga Studi Visi Nusantara. Sebagai pemantau Pilwalkot Kota Banjarbaru yang tertuang Pasal 157 dan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Sebab awalnya Lembaga Studi Visi Nusantara tidaklah bisa mengajukan permohonan, karena awalnya Pilwalkot Kota Banjarbaru dua pasangan calon.

“Mahkamah pada prinsipnya tidak dapat membiarkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional pemilih akibat kesalahan prosedur pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilukada. Dengan demikian, mengesampingkan persoalan formal berkenaan kedudukan hukum Pemohon dalam kasus ini. Demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan yang berkenaan dengan hak konstitusional pemilih,” ujar Enny.

“Tatkala berhadapan dengan pilihan antara mengesampingkan syarat formil pengajuan permohonan oleh pemantau pemilu. Atau mengabaikan pelanggaran nyata terhadap konstitusi dalam penyelenggaraan Pemilukada, maka tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk mengesampingkan syarat formil,” sambungnya.

Harusnya Kolom Kosong

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa Pilwalkot Kota Banjarbaru seharusnya menghadirkan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah sebagai pasangan calon nomor urut 2. Aturan hal tersebut dalam Pasal 54C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Mekanisme kolom kosong, jelas Enny, menjamin adanya pemilihan dan kontestasi dalam penyelenggaraan pemilihan dengan satu pasangan calon. Sehingga hak pemilih untuk untuk memberikan suara dalam penerapan prinsip “one man, one vote, one value” dapat terwujud ketika pemilih dapat memilih, meskipun hanya terdapat satu pasangan calon.

“Lebih dari itu, meliputi hak untuk memberikan suara yang bernilai dan memiliki makna dalam mekanisme one man, one vote, one value atau satu pemilih sebagai satu suara dan suara tersebut harus dinilai secara bermakna. Pemilukada dengan satu pasangan calon tanpa adanya pilihan untuk mencoblos kolom kosong sebagai pernyataan tidak setuju dengan keterpilihan pasangan calon tersebut, menyebabkan dalam pemilihan tersebut sesungguhnya tidak terdapat ‘pilihan yang bermakna’,” ujar Enny.

Visited 1 times, 1 visit(s) today