Sampah Jadi Listrik, Pemda Jadi Penentu Sukses Proyek PSEL Nasional

oleh
oleh
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membahas rencana implementasi PSEL. (Foto: kemendagri.go.id)

KALSELMAJU.COM, JAKARTAPemerintah terus mendorong terobosan dalam pengelolaan sampah nasional. Ini dilakukan melalui proyek Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) atau waste to energy.

Langkah ini menjadi upaya konkret mengubah persoalan lingkungan menjadi sumber energi baru terbarukan.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengonsolidasikan proyek lintas kementerian ini. Mereka menggandeng berbagai instansi, termasuk pemerintah daerah (Pemda) sebagai ujung tombak pelaksana di lapangan.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membahas rencana implementasi PSEL. Pembahasan ini melalui rapat di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Menteng, Jakarta, Selasa (2/10/2025).

Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu, tiga syarat utama jadi kesepakatan bagi Pemda. Ini untuk dapat menjalankan proyek PSEL, yakni:

  1. Ketersediaan lahan.
  2. Volume sampah minimal 1.000 ton per hari.
  3. Kemampuan anggaran daerah untuk mendukung pengangkutan sampah ke fasilitas PSEL.

“Pemda menjadi kunci. Kalau tiga hal ini terpenuhi, PSEL bisa berjalan efektif,” ujar Zulhas.

Mendagri Tito Karnavian menegaskan, Pemda memiliki peran sentral dalam memastikan proyek berjalan lancar.

Salah satu tanggung jawab utama Pemda adalah menyediakan lahan tanpa biaya, baik untuk pembangunan maupun operasional fasilitas PSEL.

“Yang paling utama adalah membentuk collection system—mulai dari penyediaan tempat sampah di masyarakat. Lalu, pengumpulan melalui sistem transportasi, hingga pengantaran ke TPA,” jelas Tito.

Selain itu, Pemda juga harus memastikan ketersediaan lahan. Peruntukkannya untuk pemasangan alat insinerator, yang menjadi inti proses pengolahan sampah menjadi energi listrik.

10 Daerah Jadi Lokasi Prioritas

Kemendagri bersama Bappenas, Kementerian ESDM, dan Kemenko Pangan telah menetapkan 10 daerah prioritas yang akan menjadi lokasi awal pembangunan PSEL.

Wilayah-wilayah ini terpilih karena memenuhi syarat volume sampah minimal 1.000 ton per hari. Ini bisa dicapai baik secara mandiri maupun melalui kerja sama antarwilayah (aglomerasi).

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, menyambut baik langkah pemerintah ini. Menurutnya, PSEL adalah terobosan progresif, namun keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan daerah dan kesadaran masyarakat.

“Syarat utama PSEL adalah sampah harus dipilah sejak dari sumbernya—mulai dari rumah tangga, RT, RW, hingga tingkat kota. Kalau masih tercampur, insinerator tidak akan bekerja optimal,” ujarnya, Minggu (5/10/2025).

Ia juga mengingatkan bahwa PSEL sebaiknya tidak jadi solusi tunggal, melainkan bagian dari sistem besar pengelolaan sampah berkelanjutan.

“Kalau hanya fokus ke PSEL tanpa mengurangi produksi sampah dari sumbernya, justru bisa menimbulkan efek sebaliknya,” tegas Nirwono.

Salah satu daerah yang siap mengadopsi program ini adalah Kabupaten Bekasi.

Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang menargetkan proyek PSEL di wilayahnya dapat terealisasi pada akhir 2026.

“Kami sudah koordinasi dengan Kemendagri soal lahan. Insyaallah bisa terealisasi 2026,” kata Ade.

Ia menambahkan, permasalahan sampah di wilayahnya sudah cukup mendesak dan perlu penanganan sistematis.

“Kalau program PSEL ini jalan, Insyaallah 80 persen sampah di Kabupaten Bekasi bisa diubah jadi energi listrik,” ujarnya optimistis.

Dengan dukungan penuh pemerintah pusat dan kesiapan daerah, proyek PSEL akan menjadi langkah besar. Sebagai upaya mengubah permasalahan sampah menjadi sumber energi masa depan.

Visited 1 times, 1 visit(s) today