KALSELMAJU.COM, BANJARMASIN – Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin membenahi sampah menemukan banyak kendala.
Pasca, Penyegelan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Basirih oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menjadi pukulan telak bagi pengelolaan sampah di Banjarmasin.
Langkah ini diambil karena TPAS tersebut masih menggunakan metode pembuangan open dumping-praktik yang telah dilarang sejak 2013 sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pengamat tata kota dan lingkungan, Hamdi mengatakan agar Pemkot bisa meminta toleransi kepada KLH untuk tetap diperbolehkan memakai bekas lahan TPAS di Jalan Gubernur Soebardjo tersebut.
Namun sebelum itu, Hamdi mendorong Pemkot agar segera menyusun konsep pengelolaan yang jelas sebagai dasar negosiasi dengan KLH terkait bekas TPAS Basirih.
“Jika ingin meminta dispensasi, pemko harus menunjukkan rencana konkret,” ujarnya.
Bila Pemkot telah memiliki konsep yang jelas, Hamdi yakin KLH akan memberikan kesempatan kedua.
“Misalnya, TPA Basirih bisa dioperasikan kembali sebagai TPA sementara dengan pengelolaan yang lebih baik, seperti menutup sampah dengan tanah secara rutin,” paparnya.
Hamdi menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengelolaan sampah, mulai dari sumber hingga akhir.
“Rumah tangga harus menjadi garda depan. Sampah organik bisa menjadi kompos atau eco-enzim, sedangkan sampah non-organik pilah lagi untuk daur ulang. Hanya residu yang masuk ke TPS,” jelas Hamdi.
Sektor-sektor besar seperti pasar, hotel, restoran, dan rumah sakit juga harus wajib memilah sampah di sumbernya.
“Contoh, hotel harus mulai mengganti air minum dalam kemasan dengan dispenser untuk mengurangi limbah plastik. Sampah yang masuk ke TPS juga perlu pemilhan ulang untuk mengurangi volume yang dikirim ke TPA,” ujarnya.
Meski mengedukasi masyarakat menjadi salah satu tantangan terbesar, ini tetap harus berlaku sejak sekarang. TPAS Basirih memiliki peran penting dalam hal ini.
“Kita belajar sambil jalan,” tekannya.
Penyegelan TPAS Basirih Tamparan Keras
Untuk mengatasi ini, Hamdi menyarankan agar Pemko membentuk kawasan percontohan di setiap kelurahan dengan pendampingan intensif.
“Tidak bisa hanya menyuruh masyarakat memilah sampah tanpa dukungan. Kawasan percontohan dengan pendampingan bisa menjadi langkah awal untuk membangun kebiasaan baru,” katanya.
Penyegelan TPAS Basirih adalah peringatan keras, tetapi juga peluang untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih modern.
“Mari kita anggap ini sebagai momentum untuk berubah. Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha harus berkolaborasi. Ini bukan soal mencari siapa yang salah, tetapi bagaimana kita bersama menghadapi persoalan ini,” tutup Hamdi.