KALSELMAJU.COM, MARTAPURA – Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap 20 santri di salah satu Madrasah Diniyah di Kabupaten Banjar berbuntut panjang.
Setalah oknum pimpinan madrasah berinisial MR (42) ditetapkan tersangka oleh polisi, pelbagai masalah pun terus bermunculan.
Mulai dari terganggunya aktivitas pembelajaran, hingga ancaman sanksi pencabutan izin operasional madrasah oleh Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan.
Saat ini, madrasah diniyah tersebut menerapkan pembelajaran jarak jauh. Setelah ujian, pengasuh yang baru, berencana mengubah nama madrasah, tujuannya untuk menghilangkan trauma.
Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Banjar, Akhmad Shaufie mendukung rencana tersebut.
“Selama tujuannya baik, kami akan terus mendukung. Karena yang berubah hanya nama madrasahnya saja. Untuk izinnya masih tetap dalam bentuk madrasah,” ujarnya belum lama tadi.
Meski peristiwa ini sudah terungkap ke publik, dia berharap agar kasus ini tidak dikaitkan dengan para santri yang belajar di sana.
Agar tidak berdampak kepada pendidikan para santri yang menimba ilmu di madrasah tersebut.
“Ini murni tindakan yang dilakukan oleh oknum MR. Bukan kesalahan santri. Termasuk madrasahnya,” kata dia.
Adapun soal izin, Shaufie memastikan lembaga pendidikan yang berstatus Madrasah Diniyah Takmiliah (MDT) itu tidak akan dicabut, atas dasar menyelamatkan nasib pendidikan ratusan santri yang terdaftar di sana.
Terlebih sebentar lagi mereka (santri) akan menghapi ujian kenaikan kelas.
“Kasihan nasib mereka jika izin sekolahnya dicabut,” tutupnya.