KALSELMAJU.COM, BANJARMASIN – Puluhan disabilitas buta dan tuli di Kota Banjarmasin menonton bareng (nonbar) film bertajuk ‘Bioskop Bisik’ di Wetland Square, Jalan A Yani Km 3,5, Banjarmasin.
Penggagas kegiatan ini adalah Forum Sineas Banua. Pada momen pemutaran film, di dalam ruangan ada dua panel layar lebar.
Mereka yang buta duduk rapi dengan earphone terpasang di telinga. Menikmati setiap adegan yang tersaji dari narasi audio deskripsi.
Sementara bagi mereka yang tuli, bisa memahami alur cerita sambil menyaksikan Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang tersedia di pojok bawah layar.
Ketua FSB, Munir Shadikin, mengatakan bahwa konsep Bioskop Bisik terinspirasi dari kegiatan pertunjukan di luar Kalsel.
“Beberapa tahun lalu memang pernah, tapi formatnya belum seperti yang sekarang. Ada beberapa pengembangan yang kami lakukan,” ujarnya.
Mengapa film tayang bukan karya nasional atau Hollywood?
Alasannya, tidak semua film ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini terkait rating, penggunaan bahasa yang mudah, serta konteks cerita yang tidak terlalu kompleks.
“Memilih film yang sesuai kebutuhan teman-teman disabilitas menjadi tantangan tersendiri. Karena itu, kami memilih film kategori semua umur atau yang bertema anak-anak agar aman dan nyaman,” jelasnya.
Lewat Bioskop Bisik, Munir berharap kesenian dan kebudayaan dapat di nikmati oleh semua kalangan, terutama mereka yang memiliki keterbatasan.
Seni Budaya Masih Minim Akses
Ia merujuk data dari Dinas Sosial yang menunjukkan bahwa hanya dua persen penyandang disabilitas buta dan tuli yang memiliki akses terhadap kesenian dan kebudayaan.
“Kami ingin mengampanyekan hal ini agar teman-teman disabilitas juga dapat merasakan pengalaman menikmati karya seni. Selain itu, kami berharap sineas lokal mulai memikirkan kebutuhan teman-teman disabilitas saat membuat karya di masa depan,” imbuhnya.
Penyandang buta Rian turut berbagi kesan setelah menonton semua film yang tampil.
Ia juga menambahkan betapa bahagianya mereka bisa benar-benar merasakan pengalaman seperti menonton film di bioskop.
“Kami bisa menikmati film ini seolah-olah melihat, membayangkan, mendalami, bahkan menilai ceritanya. Mudah-mudahan ke depan semakin berkembang di Banjarmasin dan Kalsel pada umumnya. Kalau bisa, film seperti ini juga tayang di bioskop komersial,” harapnya.