KALSELMAJU.COM, BANJARMASIN – Kasus meninggalnya Juwita (22), seorang wartawati di Banjarbaru, menarik perhatian publik dan media.
Namun, jika tidak menyikapinya dengan hati-hati, pemberitaan yang berlebihan justru bisa mengeksploitasi korban dan keluarganya.
Fokus utama seharusnya pada fakta dan keadilan, bukan pada sensasi yang bisa memperburuk keadaan.
AJI Persiapan Banjarmasin mengingatkan seluruh jurnalis untuk menjalankan praktik jurnalistik yang menghormati korban dan berpegang pada etika profesional.
Oleh karena itu, ada beberapa prinsip penting yang harus menjadi pegangan dalam pemberitaan kasus ini:
Berpihak pada Korban
Dalam memberitakan kasus kekerasan atau kematian seseorang, penting bagi jurnalis untuk memastikan bahwa liputan yang dilakukan tidak merugikan korban dan keluarganya.
Narasi yang membangun opini negatif tentang korban hanya akan memperkuat stigma dan menyudutkan mereka yang sebenarnya membutuhkan dukungan.
Hindari penggunaan bahasa yang menyiratkan kesalahan korban atau membuat dugaan yang belum terbukti.
Selain itu, menjaga informasi pribadi korban yang tidak relevan dengan proses hukum agar tidak menimbulkan reviktimisasi.
Mematuhi Kode Etik Jurnalistik
Jurnalis memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa berita yang ditulis berbasis fakta, bukan spekulasi bahkan sensasi.
Dalam kasus Juwita, pemberitaan harus mengedepankan fakta-fakta yang telah terverifikasi tanpa menambahkan asumsi yang dapat menyesatkan publik.
Liputan yang adil juga harus menghindari bias gender, karena cara penyajian berita yang mengandung stereotip dapat memperburuk stigma yang ada di masyarakat.
Menggunakan Visual yang Etis
Visual dalam pemberitaan memiliki dampak besar terhadap persepsi publik.
Oleh karena itu, media harus berhati-hati dalam memilih gambar atau ilustrasi dalam laporan mereka.
Sebaiknya tidak mempublikasikan Foto korban tanpa izin dari keluarga.
Harus mempergunakan ilustrasi yang bersifat netral, tidak menggiring opini negatif atau memperkeruh suasana.
Sensasi visual hanya akan memperburuk pengalaman traumatik bagi keluarga dan pihak-pihak yang terdampak.
Menciptakan Ruang Redaksi yang Aman dan Inklusif
Jurnalis juga perlu memastikan bahwa ruang redaksi yang mereka tempati bebas dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Redaksi harus memiliki kebijakan yang ketat dalam memastikan bahwa liputan berpihak pada korban.
Selain itu, internal media harus terus mengedukasi jurnalis agar lebih sensitif terhadap isu kekerasan berbasis gender dalam pemberitaan mereka.
Memperhatikan Panduan Penulisan Kekerasan Seksual
Dalam kasus yang berkaitan dengan kekerasan, jurnalis harus memahami dampak psikologis yang dialami oleh korban dan keluarganya.
Oleh karena itu, pendekatan dalam penulisan berita harus tetap menghormati hak-hak korban dengan cara:
- Memperlakukan korban dan penyintas dengan hormat dan bermartabat.
- Tidak menggunakan bahasa atau narasi yang diskriminatif.
- Memberikan ruang bagi korban atau keluarga untuk membuat keputusan sendiri mengenai informasi yang mereka ingin bagikan.
- Menjaga informasi yang bersifat privasi dan rahasia agar tidak memperparah penderitaan korban dan keluarganya.
Kami mengajak semua jurnalis dan media untuk tetap kritis dan adil dalam memberitakan kasus ini.
Jangan sampai berita yang kita buat justru menambah luka bagi pihak keluarga.
Perkuat narasi bahwa pemberitaan tidak boleh menyerang korban dengan spekulasi yang tidak terbukti, termasuk menyerang kepribadian atau kehidupan pribadi mereka.
Apapun bentuknya, kekerasan harus di kecam, dan media memiliki tanggung jawab untuk tidak memperparah penderitaan korban.
Desakan kepada Aparat Penegak Hukum
Selain menyerukan liputan yang berperspektif korban, AJI Persiapan Banjarmasin juga mendesak pihak berwenang untuk bertindak transparan dan adil dalam menangani kasus ini.
Sejumlah poin penting yang perlu menjadi perhatian adalah sebagai berikut:
- Mendesak Kepolisian untuk Mengusut Tuntas Kasus Ini
Lanal Balikpapan, Rabu (26/3/2025), telah mengumumkan pemeriksaan terhadap Kelasi Satu J, yang di duga terlibat dalam pembunuhan Juwita, jurnalis dari Newsway.
Namun, masih banyak kejanggalan dalam kasus ini yang belum terungkap.
AJI Persiapan Banjarmasin mendesak kepolisian, khususnya Polresta Banjarbaru dan Polda Kalsel, untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparan dan akuntabel.
- Mendesak Jajaran TNI AL Bersikap Transparan
Sebagai institusi negara, TNI AL harus bertindak profesional dalam menangani kasus ini.
AJI Persiapan Banjarmasin meminta agar Lanal Balikpapan tidak melakukan intervensi atau upaya menutup-nutupi fakta terkait penyelidikan.
Transparansi sangat penting untuk memastikan bahwa keadilan dapat berdiri tegak tanpa adanya konflik kepentingan.
- Mendesak Agar Proses Hukum Digelar di Pengadilan Sipil
Karena kasus ini melibatkan korban dari kalangan sipil, proses hukum seharusnya digelar di pengadilan sipil, bukan di peradilan militer.
Transparansi dan akses publik dalam persidangan akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar tegak tanpa adanya tekanan dari institusi tertentu.
- Mendorong Transparansi Investigasi
Proses penyelidikan yang transparan akan memastikan bahwa setiap kejanggalan dalam kasus ini bisa terungkap.
AJI Persiapan Banjarmasin mendesak aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional dan terbuka, serta tetap memegang prinsip-prinsip jurnalistik dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Kasus Juwita bukan hanya soal keadilan bagi seorang jurnalis.
Terlepas dari apakah kematiannya terkait atau tidak dengan produk jurnalistiknya, Juwita tetap seorang yang berprofesi sebagai jurnalis.
AJI Persiapan Banjarmasin berkomitmen untuk terus mengawal kasusnya agar keadilan benar-benar terwujud.
Kami mengajak seluruh elemen pers dan masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses hukum dengan kritis dan objektif.
Sebagai bentuk komitmen, AJI Persiapan Banjarmasin juga merekomendasikan pendampingan hukum bagi keluarga korban serta perlindungan bagi saksi-saksi yang memiliki informasi penting dalam kasus ini guna memastikan keselamatan dan hak-hak mereka selama proses hukum berlangsung.*