Imbas TPAS Barisih Ditutup, Ratusan Pemulung Kehilangan Lahan Rezeki, Ada yang Untuk Menghidupi 3 Anak

oleh
oleh
Nurul Masitah sedang memilah sampah di TPAS Basirih. (Foto: Arum/ kalselmaju.com)
Latest Post
{"ticker_effect":"slide-v","autoplay":"true","speed":3000,"font_style":"normal"}

KALSELMAJU.COM, BANJARMASIN – Imbas penutupan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Basirih Jalan Gubernur Soebardjo, Banjarmasin Selatan kembali memicu permasalahan baru.

Selain terhambatnya penatakelolaan sampah oleh Pemerintah, kondisi tersebut juga memberi dampak bagi para pemulung yang menggantungkan rejeki di lokasi pemrosesan sampah.

Latest Post
{"ticker_effect":"slide-v","autoplay":"true","speed":3000,"font_style":"normal"}

Betapa tidak, ada ratusan orang yang terpaksa berhenti mengais rezeki karena TPAS Basirih ditutup oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI sejak awal Februari kemaren.

Nurul Masitah, Seorang pemulung di TPAS Basirih, mengaku sangat syok penutupan tersebut.

“Disini kan tempat ulun (Saya) mencari rezeki untuk kehidupan tiga orang anak,” ujarnya.

Nurul mengaku sudah 20 tahun menekuni profesinya dan menggantungkan rezeki dengan memilah sampah yang ada di TPAS Basirih untuk dijadikan rupiah.

Ibu dari tiga anak ini kebingungan jika penutupan TPA berlangsung lama, lantaran jika harus menjadi petani, lahan sawah disini tak lagi produktif dan sudah berubah menjadi timbunan sampah.

“Bagaimana kami melanjutkan hidup, bagaimana sekolah anak kami, kami bingung harus berbuat apa, mau kembali bertani, lahan sawah disekitar sini juga sudah tercemar,” ucapnya dengan lirih.

Senada dengan Nurul, Ketua Pengepul di TPAS Basirih, Firmansyah juga mengatakan, adanya penutupan ini sangat berdampak pada kehidupan mereka selanjutnya.

“Awalnya kami cuma diberi waktu 1×24 jam untuk membereskan, namun karena konsultasi bersama dengan pihak Kementrian maka diberi keringanan selama 7 hari untuk membereskan, dan setelahnya tidak ada aktifitas lagi,” jelas dia.

Firmansyah merasa iba kepada ratusan rekannya sesama pemulung, menurutnya, jika satu kepala pemulung saja harus menghidupi tiga orang keluarga, artinya ada 1000 jiwa yang bergantung kepada aktiftas yang ada di TPAS tersebut.

Kami berharap Kementrian bisa melihat asas kemanusiaan imbas ditutupnya lokasi TPA Basirih, dan berharap ada solusi terbaik.

Latest Post
{"ticker_effect":"slide-v","autoplay":"true","speed":3000,"font_style":"normal"}

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *