CORE Indonesia: Dapur Desentralisasi Bisa Gerakkan Ekonomi Lokal

oleh
oleh
Program Makan Bergizi Gratis. (Foto: Arum/ kalselmaju.com)

KALSELMAJU.COM, JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia melalui penelitinya, Eliza Mardian, menawarkan empat model alternatif dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mendukung keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia menilai model ini lebih aman, efisien, dan berpotensi menggerakkan ekonomi lokal.

Pertama, optimalisasi dapur UMKM dengan kapasitas produksi sekitar 300 porsi per hari. Model ini dapat menghidupkan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan memperkuat rantai pasok pangan dari petani sekitar berkat fleksibilitas penggunaan bahan lokal.

Kedua, pemanfaatan dapur sekolah yang efisien dalam distribusi dan memiliki kontrol kualitas yang lebih ketat. Selain menjaga keamanan pangan, model ini juga mempererat hubungan antara sekolah, orang tua, dan siswa.

Ketiga, dapur koperasi, yang mampu mengintegrasikan pelaku UMKM sekaligus menekan biaya pengadaan bahan baku.

“Anggota koperasi biasanya para pedagang pasar, sehingga biaya bisa ditekan karena bahan diperoleh langsung dari sumbernya,” jelas Eliza kepada wartawan.

Keempat, dapur lembaga sosial, yang memberi ruang partisipasi masyarakat sipil. Model ini memungkinkan dapur menerima hasil panen lokal, membuka lapangan kerja, sekaligus menyerap produk masyarakat sekitar.

Peran Pemda Jadi Kunci Keberhasilan

Eliza menegaskan, keempat model tersebut memerlukan dukungan kuat dari pemerintah daerah (Pemda)—mulai dari validasi penerima manfaat, verifikasi SPPG, hingga koordinasi dengan tenaga kesehatan untuk mencegah potensi keracunan makanan.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya edukasi kebersihan dan pengelolaan sisa makanan sebagai bagian dari kampanye MBG.

“Mulai dari kebiasaan mencuci tangan, antre, hingga membereskan sisa makanan sendiri. Pemda juga bisa menyediakan fasilitas pengolahan sisa makanan menjadi kompos atau pakan ternak,” ujar Eliza.

Eliza menilai, pola desentralisasi dapur jauh lebih realistis dan berkelanjutan dari pada sistem terpusat yang cenderung mahal dan kurang adaptif.

Dengan desentralisasi, bahan baku bisa menyerap langsung dari petani atau pedagang lokal, sementara dapur skala kecil tak perlu memaksa produksi ribuan porsi per hari.

“Dengan manajemen desentralistik, partisipasi masyarakat meningkat dan ekonomi lokal ikut bergerak,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan pentingnya peran aktif pemerintah daerah dalam mengawasi dapur MBG agar kasus keracunan makanan massal tidak terulang.

Ia meminta pengawasan berlapis, mulai dari dapur oleh ahli gizi dan dinas kesehatan, hingga pemantauan di sekolah melalui Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang terintegrasi dengan Dinas Pendidikan.

“Setiap proses harus dijamin kebersihannya. Pengawasan harus dilakukan secara berlapis dan terkoordinasi di bawah kepala daerah,” tegas Tito.

Visited 1 times, 1 visit(s) today